Refleksi Dwi Mingguan Coaching untuk Supervisi Akademik
Minggu ini saya belajar tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Awalnya saya berpikir coaching tidak berbeda dengan mentoring. Ternyata coaching memiliki teknik sendiri dan panduan yang memfokuskan bagaimana seorang coach dapat menggali potensi dari seorang coachee sehingga coachee dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang dihadapi. Terkait supervisi akademik praktik coaching sangat penting untuk diterapkan agar supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses. Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah.
Ilustrasi Kegiatan coaching |
Proses coaching memberikan kesempatan kepada coach untuk mendorong pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Coaching berperan penting untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.
Fact. Setelah mengikuti pembelajaran di modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik saya sangat tertarik bagaimana praktik coaching ini dapat dijadikan sebagai kegiatan untuk melakukan komunikasi dengan rekan sejawat, murid maupun orang lain. Dimana kita dapat membantu mereka mendapatkan pencerahan atau ide-ide yang sebenarnya ada dan mampu mereka tumbuhkan secara mandiri dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif kepada mereka. Semakin banyak pertanyaan berbobot yang diberikan oleh seorang coach maka semakin banyak hal yang dapat digali dari coachee. Hal yang baik yang saya alami dari praktik coaching yaitu menumbuhkan empati terhadap orang lain. Sedangkan kesulitan saya dalam proses ini yaitu bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing atau memandu coache menemukan potensinya. Untuk mengatasi hal tersebut saya belajar cara mengajukan pertanyaan berbobot, memahami dan mempraktikkan konsep percakapan TIRTA dalam coaching diantaranya dengan lebih aktif mendengarkan.
Feelings. Selama mempraktikkan coaching bersama rekan sejawat dan murid saya merasa senang dan bersemangat. Ketika saya terapkan di kelas saya murid-murid saya cukup antusias karena beberapa dari mereka ingin mencoba menjadi coachee. Hal ii menunjukkan ketertarikan murid dengan kegiatan coaching dan mereka ingin tahu lebih banyak apakah coaching dapat membuat perubahan dalam keseharian mereka.
Findings. Pelajaran yang saya dapatkan dari proses ini untuk membantu coachee menemukan potensinya, selain memahami konsep TIRTA seorang coach harus lebih peduli terhadap coachee dengan menunjukkan gestur tubuh dan respon yang sesuai saat melakukan coaching. Tujuannya agar coachee merasa dihargai dan berada dalam posisi yang nyaman untuk bercerita dan menyampaikan ide-idenya. Dalam proses ini hal baru yang saya temukan ternyata posisi setara antara coachee dan coach berdampak pada terbentuknya kemitraan diantara keduanya.
Posting Komentar untuk "Refleksi Dwi Mingguan Coaching untuk Supervisi Akademik"