Peran Guru Membangun Budaya Positif di Sekolah

 Koneksi Antar Materi Budaya Positif Modul 1.4


Budaya Positif di Sekolah

Dalam menerapkan budaya positif di sekolah saya mulai membangun disiplin positif. Disiplin diartikan sebagai tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Namun kata disiplin ini juga erat kaitannya dengan hukuman. Sedangkan yang dimaksud dengan Disiplin positif yaitu penerapan disiplin yang menghindari pemberian hukuman. Hukuman dijadikan sebagai pilihan terakhir, bahkan tidak perlu diberikan dalam disiplin positif. Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring  School Discipline, 2001 arti kata asli dari disiplin berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Dengan kata lain untuk membangun budaya positif di lingkungan sekolah dapat diawali dengan disiplin diri dari masing-masing individu. Murid-murid yang memiliki disiplin diri tentunya akan mampu berperilaku sesuai nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik dalam melakukan sesuatu. Nilai-nilai kebajikan universal merupakan nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai kebajikan universal antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa Syukur, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan. Setiap perbuatan yang dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik tentunya bersumber dari dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu sebagai sebuah kesadaran bukan dorongan atau paksaan dari luar. 



Motivasi Perilaku Manusia

Dalam buku Restructuring School Discipline, Diana Gossen menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia yaitu : 

  1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Motivasi ini bersifat eksternal. Mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka

  1. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Mereka melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

  1. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. 

Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas Kelas dan Sekolah dan Segitiga Restitusi

Terkait penerapan disiplin positif di sekolah maka ketika terjadi masalah penyelesaian masalah tidak lagi berpatokan pada hukuman. Setiap masalah diselesaikan dengan berpedoman pada restitusi dimana murid diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali ke ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Untuk mengatasi perilaku murid di Sekolah seorang pendidik hendaknya menerapkan posisi kontrol restitusi yang sesuai sebagai upaya dalam membangun budaya positif di sekolah. Hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.

Peran Saya dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah

Penerapan budaya positif di sekolah merupakan tanggung jawab semua warga sekolah. Budaya positif yang diterapkan di sekolah adalah salah satu perwujudan dari visi guru yang mengandung nilai-nilai kebajikan sesuai tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan dalam karakter Profil Pelajar Pancasila. Berikut ini adalah peran saya dalam menciptakan budaya positif : 

  1. Pemimpin Pembelajaran

Sebagai pemimpin pembelajaran saya berusaha mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru, serta mengembangkan kondisi dan hasil belajar yang diinginkan murid. Saya memberikan layanan prima kepada semua murid agar mereka mampu mengembangkan potensi, bakat, minat dan kebutuhan murid. 

  1. Menjadi Coach bagi Guru lain

Dalam membangun budaya positif saya menjadi coach bagi guru lain di bidang ilmu yang saya kuasai dan berbagi praktik baik dalam pembelajaran. 

  1. Mendorong Kolaborasi

Budaya positif akan terbangun jika semua stakeholders bekerjasama dan berkolaborasi. Hal ini diawali dengan menjalin relasi dan membangun komunikasi yang baik dengan rekan warga sekolah.  

  1. Mewujudkan Kepemimpinan Murid

Sebagai pemimpin pembelajaran saya pun berusaha mewujudkan kepemimpinan murid. Saya mendorong dan memotivasi murid untuk bertindak secara aktif, dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Mereka bisa memilih untuk melakukan apa yang tidak sesuai untuk mereka. 

  1. Menggerakkan Komunitas Praktisi

Saya mulai menggerakkan Komunitas Praktisi untuk mengimplementasikan konsep-konsep Budaya Positif di lingkungan sekolah. 

Refleksi Diri 

Setelah mempelajari materi tentang Budaya Positif saya menjadi lebih paham tentang disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi dan penerapannya di Sekolah. Bahwa setiap perilaku murid pasti memiliki alasan dan alasan tersebut terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya sebagai manusia. Pengetahuan ini saya gunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Sekolah dan juga saya imbaskan pada rekan-rekan sejawat

Hal Menarik dan Diluar Dugaan 

Setelah menerapkan restitusi dalam menyelesaikan masalah saya menemukan murid saya menjadi lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan dan apa yang dialami. Mereka dapat menjelaskan atau menceritakan permasalahan yang dialami dengan sikap tenang dan tidak tertekan. Dalam pembelajaran murid-murid menjadi lebih berani berpendapat meskipun pendapat mereka berbeda dengan pendapat temannya. Murid saya mengatakan mereka merasa lebih dihargai dan diperhatikan.

Perubahan 

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah setelah mempelajari modul ini yaitu pentingnya membangun relasi yang baik dengan warga sekolah. Relasi tentunya akan menciptakan komunikasi yang efektif karena adanya rasa saling percaya, saling menghormati dan setiap orang dapat mengekspresikan dirinya. Hal ini akan mendukung terciptanya kolaborasi yang bermuara pada kontribusi setiap orang untuk mewujudkan budaya positif.                              

Pengalaman 

Terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah beberapa hal pernah saya alami dalam kelas saya. Misalnya terkait murid yang melanggar peraturan sekolah dan juga murid yang mengalami kasus khusus seperti tidak masuk sekolah lebih dari seminggu. Ketika mengalami hal-hal tersebut saya merasa bertanggung jawab untuk mencarikan solusi dan membantu murid-murid saya untuk mengatasi masalah mereka. 

Terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal yang sudah baik menurut saya yaitu murid-murid yang melanggar peraturan sekolah sudah ditangani dengan baik sesuai ketentuan. Murid yang mengalami hal khusus juga ditangani dengan baik dimana wali kelas berkoordinasi dengan Guru BK dan Kepala Sekolah dalam mencarikan solusi yang tepat. Sedangkan yang perlu diperbaiki masih ada guru yang menangani murid dengan menggunakan posisi pembuat rasa bersalah. Sebagian murid juga masih enggan menyampaikan keluh kesahnya kepada Wali Kelas atau Guru Bk karena malu dan takut dianggap bermasalah.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi yang paling sering saya pakai adalah posisi pemantau dan perasaan saya saat itu terkadang merasa kasihan pada murid karena harus menegakkan peraturan dan konsekuensi ketika murid melakukan pelanggaran. 

Setelah mempelajari modul ini  posisi apa yang saya pakai adalah teman dan manajer. Dengan bersikap sebagai teman saya dapat melakukan upaya persuasif untuk mencari tahu kebutuhan murid yang mendasari tindakan pelanggaran yang dilakukan. Sedangkan posisi manager memberikan saya kesempatan untuk mengajak murid bertanggung jawab terhadap perbuatannya. saya juga dapat mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Perasaan saya sekarang lebih lega, karena tidak khawatir akan menimbulkan rasa benci atau sakit hati pada murid ketika saya membantu mereka menangani masalah. 

Perbedaannya , sebelumnya murid menganggap guru adalah penghukum. Sekarang mereka dapat lebih dekat seperti teman dengan gurunya. Tentunya dalam batas-batas yang dapat diterima dengan tetap memperhatikan etika kesopanan dalam bergaul.

Sebelum mempelajari modul ini saya sudah pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid. Tahap yang saya praktekkan adalah menstabilkan identitas dan saya mempraktekkannya dengan cara mengajak murid berbicara tentang kesalahan yang mereka lakukan kemudian memberikan pengertian bahwa setiap orang pernah melakukan kesalahan. 

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah bagaimana murid tahu bahwa mereka tidak sendiri. Murid harus diberikan pemahaman bahwa disekitar mereka ada teman-teman, guru dan juga orang tua yang akan mendukung mereka dalam berbagai hal dan juga membantu mereka mengatasi permasalahan yang dihadapi. 

Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata


Aksi Nyata Penyebaran Pemahaman Budaya Positif

Posting Komentar untuk "Peran Guru Membangun Budaya Positif di Sekolah"